"Kita tidak
ingin mematikan importir film luar, karena tidak boleh membuat kebijakan
yang akhirnya menyengsarakan masyarakat sendiri. Percayalah kita tidak
berniat mematikan importirnya," kata Jero Wacik,
"Kita pengen jumlah bagus dan menjadi tuan rumah di negara sendiri dan
tamu di negeri orang. Film impor juga tetap terpelihara dan saya setuju
itu bisa menjadi inspirasi. Importir harus tetep hidup."
Ditemui di Gedung Sapta Pesona lantai 16, Depbudpar, Jakpus, Minggu (20/2), Jero yang didampingi sejumlah pekerja film termasuk Deddy Mizwar dan Slamet Rahardjo menuturkan bahwa sebelum akhir tahun lalu - dalam sidang kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah membahas masalah perfilman. Presiden minta semua masalah pajak segera dibenahi.
"Tujuannya adalah:
- (1) film Indonesia meningkat, kalau bisa tembus 200 film per tahun;
- (2) agar mutu film yang bagus dan bermutu-mutu dan dibikin yang bagus;
- (3) menambah lapangan pekerjaan - ada projobs, bayangkan satu film ada ratusan orang yang bekerja dan di sini terjadi gerakan ekonomi;
- (4) perfilman merupakan karya budaya. Jadi itu pentingnya film
SK mengenai perpajakan ini masih digodok. Untuk itu Jero
meminta masyarakat agar tidak perlu panik. Ia pun meyakinkan bahwa
dalam SK baru tersebut tidak ada unsur politik sama sekali dan hanya
fokus ke masalah ekonomi dan budaya. "Berapa pajak yang pantes lagi kita
bahas, kalau perlu diringankan semua," ujarnya, "Bulan depan harus
beres, biar tenang semua."
"Jangan khawatir, kalau dibilang
kebijakan baru dibahas sudah bocor di luar, nggak usah takut. Kita akan
hidup semua. Saya lihat sudah bagus, perhatian masyarakat baik sekali
akan masalah ini," pungkasnya.
Jero Wacik
memang optimis film impor tetap tayang di tanah air, meski MPA
mengancam tak akan menayangkan film-film Hollywood. Jika ancaman itu
benar, bisa jadi kita kehilangan peluang film-film blockbuster dan say bye to...