F-22 Raptor adalah pesawat tempur siluman buatan Amerika Serikat.
Pesawat ini awalnya direncanakan untuk dijadikan pesawat tempur
superioritas udara untuk digunakan menghadapi pesawat tempur Uni Soviet,
tetapi pesawat ini juga dilengkapi peralatan untuk serangan darat,
peperangan elektronik, dan sinyal intelijen. Pesawat ini melalui masa
pengembangan yang panjang, versi prototipnya diberi nama YF-22, tiga
tahun sebelum secara resmi dipakai diberi nama F/A-22, dan akhirnya
diberi nama F-22A ketika resmi mulai dipakai pada Desember 2005.
Lockheed Martin Aeronautics adalah kontraktor utama yang
bertanggungjawab memproduksi sebagian besar badan pesawat, persenjataan,
dan perakitan F-22. Kemudian mitranya, Boeing Integrated Defense
Systems memproduksi sayap, peralatan avionik, dan pelatihan pilot dan
perawatan.
Sejarah
Sejarah
Advanced Tactical Fighter (ATF) merupakan kontrak untuk demonstrasi dan
program validasi yang dilakukan Angkatan Udara Amerika Serikat untuk
mengembangkan sebuah generasi baru pesawat tempur superioritas udara
untuk menghadapi ancaman dari luar Amerika Serikat, termasuk
dikembangkannya pesawat kelas Su-27 era Soviet.
Pada tahun 1981, Angkatan Udara Amerika Serikat memetakan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah pesawat tempur baru yang direncanakan untuk menggantikan F-15 Eagle. ATF direncanakan untuk memadukan teknologi modern seperti logam canggih dan material komposit, sistem kontrol mutakhir, sistem penggerak bertenaga tinggi, dan teknologi pesawat siluman.
Proposal untuk kontrak ini diajukan pada tahun 1986, oleh dua tim kontraktor, yaitu Lockheed-Boeing-General Dynamics dan Northrop-McDonnell Douglas, yang terpilih pada Oktober 1986 untuk melalui fase demonstrasi dan validasi selama 50 bulan, yang akhirnya menghasilkan dua prototip, yaitu YF-22 dan YF-23.
Pesawat ini direncanakan untuk menjadi pesawat Amerika Serikat paling canggih pada awal abad ke-21, karena itu, pesawat ini merupakan pesawat tempur paling mahal, dengan harga US$120 juta per unit, atau US$361 juta per unit bila ditambahkan dengan biaya pengembangan. Pada April 2005, total biaya pengembangan program ini adalah US$70 miliar, menyebabkan jumlah pesawat yang direncanakan akan dibuat turun menjadi 438, lalu 381, dan sekarang 180, dari rencana awal 750 pesawat. Salah satu faktor penyebab pengurangan ini adalah karena F-35 Lightning II akan memiliki teknologi yang sama dengan F-22, tapi dengan harga satuan yang lebih murah.
Pada tahun 1981, Angkatan Udara Amerika Serikat memetakan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah pesawat tempur baru yang direncanakan untuk menggantikan F-15 Eagle. ATF direncanakan untuk memadukan teknologi modern seperti logam canggih dan material komposit, sistem kontrol mutakhir, sistem penggerak bertenaga tinggi, dan teknologi pesawat siluman.
Proposal untuk kontrak ini diajukan pada tahun 1986, oleh dua tim kontraktor, yaitu Lockheed-Boeing-General Dynamics dan Northrop-McDonnell Douglas, yang terpilih pada Oktober 1986 untuk melalui fase demonstrasi dan validasi selama 50 bulan, yang akhirnya menghasilkan dua prototip, yaitu YF-22 dan YF-23.
Pesawat ini direncanakan untuk menjadi pesawat Amerika Serikat paling canggih pada awal abad ke-21, karena itu, pesawat ini merupakan pesawat tempur paling mahal, dengan harga US$120 juta per unit, atau US$361 juta per unit bila ditambahkan dengan biaya pengembangan. Pada April 2005, total biaya pengembangan program ini adalah US$70 miliar, menyebabkan jumlah pesawat yang direncanakan akan dibuat turun menjadi 438, lalu 381, dan sekarang 180, dari rencana awal 750 pesawat. Salah satu faktor penyebab pengurangan ini adalah karena F-35 Lightning II akan memiliki teknologi yang sama dengan F-22, tapi dengan harga satuan yang lebih murah.
Produksinya
F-22 versi produksi pertama kali dikirim ke Pangkalan Udara Nellis,
Nevada, pada tanggal 14 Januari 2003. Pengetesan dan evaluasi terakhir
dilakukan pada 27 Oktober 2004. Pada akhir 2004, sudah ada 51 Raptor
yang terkirim, dengan 22 lagi dipesan pada anggaran fiskal 2004.
Kehancuran versi produksi pertama kali terjadi pada 20 Desember 2004
pada saat lepas landas, sang pilot selamat setelah eject beberapa saat
sebelum jatuh. Investigasi kejatuhan ini menyimpulkan bahwa interupsi
tenaga saat mematikan mesin sebelum lepas landas menyebabkan kerusakan
pada sistem kontrol.
Persenjataan F-22
F-22 dirancang untuk membawa peluru kendali udara ke udara yang
tersimpan secara internal di dalam badan pesawat agar tidak mengganggu
kemampuan silumannya. Peluncuran rudal ini didahului oleh membukanya
katup persenjataan lalu rudal didorong kebawah oleh sistem hidrolik.
Pesawat ini juga bisa membawa bom, misalnya Joint Direct Attack Munition
(JDAM) dan Small-Diameter Bomb (SDB) yang lebih baru. Selain
penyimpanan internal, pesawat ini juga dapat membawa persenjataan pada
empat titik eksternal, tetapi apabila ini dipakai akan sangat mengurangi
kemampuan siluman, kecepatan, dan kelincahannya. Untuk senjata
cadangan, F-22 membawa meriam otomatis M61A2 Vulcan 20 mm yang tersimpan
di bagian kanan pesawat, meriam ini membawa 480 butir peluru, dan akan
habis bila ditembakkan secara terus-menerus selama sekitar lima detik.
Meskipun begitu, F-22 dapat menggunakan meriam ini ketika bertarung
tanpa terdeteksi, yang akan dibutuhkan ketika rudal sudah habis.
Kemampuan Siluman dari F-22
Pesawat tempur modern Barat masa kini sudah memakai fitur-fitur yang
membuat mereka lebih sulit dideteksi di radar dari pesawat sebelumnya,
seperti pemakaian material penyerap radar. Pada F-22, selain pemakaian
material penyerap radar, bentuk dan rupa F-22 juga dirancang khusus, dan
detil lain seperti cantelan pada pesawat dan helm pilot juga sudah
dibuat agar lebih tersembunyi.F-22 juga dirancang untuk mengeluarkan
emisi infra-merah yang lebih sulit untuk dilacak oleh peluru kendali
"pencari panas".
Namun, F-22 tidak tergantung pada material penyerap radar seperti F-117 Nighthawk. Penggunaan material ini sempat memunculkan masalah karena tidak tahan cuaca buruk. Dan tidak seperti pesawat pengebom siluman B-2 Spirit yang membutuhkan hangar khusus, F-22 dapat diberikan perawatan pada hangar biasa. Selain itu, F-22 juga memiliki sistem yang bernama "Signature Assessment System", yang akan menandakan kapan jejak radar pesawat sudah tinggi, sampai akhirnya membutuhkan pembetulan dan perawatan.
Pemakaian afterburner juga membuat emisi pesawat lebih mudah ditangkap oleh radar, ini diperkirakan adalah alasan mengapa pesawat F-22 difokuskan untuk bisa memiliki kemampuan supercruise.
Namun, F-22 tidak tergantung pada material penyerap radar seperti F-117 Nighthawk. Penggunaan material ini sempat memunculkan masalah karena tidak tahan cuaca buruk. Dan tidak seperti pesawat pengebom siluman B-2 Spirit yang membutuhkan hangar khusus, F-22 dapat diberikan perawatan pada hangar biasa. Selain itu, F-22 juga memiliki sistem yang bernama "Signature Assessment System", yang akan menandakan kapan jejak radar pesawat sudah tinggi, sampai akhirnya membutuhkan pembetulan dan perawatan.
Pemakaian afterburner juga membuat emisi pesawat lebih mudah ditangkap oleh radar, ini diperkirakan adalah alasan mengapa pesawat F-22 difokuskan untuk bisa memiliki kemampuan supercruise.